Keris Nogo Liman atau Paksi Naga Liman adalah salah satu dhapur Keris yang cukup langka dan unik karena bentuknya agak berbeda dengan dhapur Keris lain pada umumnya. Keistimewaan keris Paksi Naga Liman ini adalah terletak pada bahan bilahnya yang berbahan dari jenis besi Walulin yang merupakan besi pilihan atau dapat dikatakan besi mulia.
Bagian gandik Keris ini diukir dengan bentuk kepala Gajah lengkap dengan belalainya dan memiliki sayap dengan badan naga. Ukuran panjang bilahnya normal dengan ricikan, antara lain: sraweyan, ri pandan dan greneng.
Terkadang ada Keris Nogo Liman yang dibuat sangat detail dimana bagian kepala Gajahnya juga dilengkapi dengan bentuk gading dan telinga. Bagian badannya dibuat seperti tubuh ular tapi biasanya dibuat tersamar seperti Keris Nogo Siluman, sedangkan untuk bilahnya ada yang lurus dan ada yang berluk.
Paksi Naga Liman secara historik-diakronik merupakan simbol akulturasi dalam Kerajaan Cirebon, yakni: Paksi (burung), merupakan pengaruh kebudayaan Islam yang dibawa oleh orang-orang Mesir. Naga, merupakan pengaruh dari Negeri Tiongkok, dan Liman (gajah), dari kebudayaan Hindu. Paksi Naga Liman, secara sinkronik juga merupakan sosok mitos yang memberikan nilai-nilai atau makna simbolik dan filosofis akan pentingnya wilayah kehidupan dalam triloka: “tiga dunia”: Dunia Atas (Paksi) yakni wilayah spiritual dan transenden, Dunia Bawah (Naga) yakni wilayah imajinatif dan bawah sadar, Dunia Tengah (Liman) yakni wilayah dunia nyata, materi, atau imanen. Nilai-nilai simbolik dan filosofis yang ada pada sosok imajinatif Paksi Naga Liman.
Filosofi Dhapur Paksi Naga Liman
Paksi Nogo Liman merupakan simbol keteguhan dalam mengemban sebuah amanah, serta mengajarkan untuk menjadi Manusia yang selalu berani dan ikhlas berbuat baik dan bermanfaat bagi orang lain, atau dapat dimaknai sebagai simbol kepemimpinan yang ideal.
Seorang pemimpin harus menyadari bahwa derajad dan pangkat yang dimilikinya yang merupakan amanah dari TUHAN yang harus dijalankan dengan benar dan penuh tanggung jawab, karena semakin tinggi derajad dan pangkat seseorang maka tanggung jawabnya juga akan semakin besar.
Filosofi Burung (Paksi)
Terdapat sayap yang mengembang di bagian tubuh gajah, artinya sebagai lambang sayap burung yang sedang mengepakkan sayapnya sebagai cara ibadahnya kepada TUHAN Yang Maha Perkasa. Itulah cara burung yang sedang bertasbih memuji Kebesaran Tuhan Pemilik Alam Semesta Raya.. pesannya kita sebagai manusia sudah seharusnya harus selalu bersyukur dan ingat akan segala nikmat rejeki yang selalu diberikan setiap waktu kepada kita dan sudah semestinya kita sebagai manusia menjaga ketauhidan kita kepada Alloh Sang Maha Kuasa agar kita jangan sampai kalah dengan burung yang selalu bertasbih atau memuji kepada Tuhan setiap waktu dalam setiap helaan nafas… seperti yang tertera dalam surah An Nur Ayat 41, Artinya: Tidaklah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.
Filosofi Nogo/Naga
Naga adalah simbol penjagaan atau perlindungan. Karena kepercayaan itulah relief Naga sering digunakan pada bangunan-bangunan suci (candi) dan bangunan keraton-keraton di Jawa.
Dalam perwujudan pada pusaka, badan Naga yang dibuat tersamar dari bagian leher kemudian menghilang mengikuti bilah sampai ke ujung Keris memiliki makna agar pemilik Keris ini dapat mengendalikan hawa nafsunya.
Pengendalian ini dimaksudkan sebagai suatu proses menuju pemahaman spiritual kasampurnaning urip agar lebih peka dengan isyaroh atau sinyal alam semesta, seperti wahyu, ilham atau wangsit.
Filosofi Liman (Gajah)
Liman atau Gajah dikenal juga dengan nama Vinayaka yang berarti penghilang rintangan (menyingkirkan semua hambatan yang datang dan memberi kekuatan serta keberanian yang dibutuhkan saat menjalankan tugas).
Dalam kepercayaan Hindu, Gajah merupakan Vahana (tunggangan) beberapa Dewa, seperti Dewa Indra yang dikenal dengan nama Gajah Airawata, Dewa Skanda, Dewa Sani, Dewa Balabadhra dan dalam bentuk Gajamukha, yaitu Ganesha. Sedangkan dalam kepercayaan Budha, Gajah merupakan Vahana atau tunggangan dari Dhyani Buddha Aksobhya. Gajah juga dipercaya sebagai simbol kejantanan (laki-laki) yang dikaitkan dengan Lingga atau Vajra.
Gajah juga di anggap sebagai Astamanggala, yaitu simbol keberuntungan yang harus ada pada saat penobatan Raja.
Dari kepercayaan itulah maka pada masa-masa awal pemerintahannya, Sultan Agung (Raja Mataram) begitu menggandrungi Keris Lar Monga.
Bentuk mulut Gajah yang terbuka cukup lebar merupakan pengingat bagi pemiliknya agar dapat mengendalikan ucapannya. Kematangan (menep) seseorang dalam menjalani kehidupan, salah satunya dapat dilihat dari perilakunya yang tidak banyak bicara tentang hal-hal yang tidak bermanfaat.
Keris Paksi Nogo Liman (Manglar Monga / Lar Monga) merupakan pesan tersirat untuk mengingatkan pemiliknya agar bicara seperlunya saja, sebagaimana ungkapan “ngomong nganggo waton, ora waton ngomong” yang artinya “bicara itu menggunakan dasar, bukan asal bicara”.Jika dihubungkan dengan sifat-sifat kepemimpinan, ungkapan tersebut merupakan sabda yang tidak boleh berubah-ubah, Sabdo pandito ratu tan keno wola-wali. Jadi, kemuliaan seseorang bisa dinilai dari kemampuannya untuk menyelaraskan antara perkataan dan perbuatan.
Diharapkan pemiliknya dapat menjadi manusia yang indah dan anggun budi pekertinya serta memiliki kekuatan yang besar dan selalu memiliki semangat baja dalam setiap perjuangan yang tidak mengenal lelah dan tidak ada kata mundur ketika menghadapi pertarungan (cobaan hidup).
Tuah Keris Nogo Liman
Keris dhapur Nogo Liman atau Naga Liman dipercaya memiliki tuah untuk kepemimpinan, kewibawaan, pengayoman dan sekaligus untuk menyingkirkan rintangan atau kendala yang ada. Maka tidak heran jika keris Paksi Nogo Liman banyak diburu oleh para pemimpin dan para pejabat tinggi untuk dijadikan sebagai piandel.
Filosofi Keris Luk 5
Pada era jawa kuno dulu, keris keris yang ber luk 5 hanya dimiliki oleh raja, pangeran dan keluarga raja, dan para bangsawan. Selain mereka, tidak ada orang lain yang boleh memiliki atau menyimpan keris ber luk 5.
Demikian aturan yang berlaku di masyarakat perkerisan zaman dulu.
Keris ber luk 5 hanya boleh dimiliki oleh orang orang keturunan dan bangsawan kerabat kerajaan, memiliki kemapanan sosial dan menjadi pemimpin masyarakat. Dengan kata lain, keris ber luk 5 merupakan keris keningratan. Biasanya keris keris ber luk 5 dibuat untuk tujuan memberikan tuah yang menunjang wibawa kekuasaan dan supaya pemiliknya dicintai dan dihormati banyak orang. Keris keris jenis ini diciptakan untuk menjaga wibawa dan karisma keagungan kebangsawanan, keningratan, dihormati dan dicintai rakyatnya atau bawahannya.